Ilustrasi - Pexels.com

Oleh : Syahid Widi Nugroho


nusakini.com - Kini saatnya memperhitungkan segala yang selama ini dikecilkan.

Setiap yang diciptakan Tuhan mustahil ada untuk sia-sia. Semua diadakan olehNYA demi maslahat. Tuhan mustahil membuat kerusakan. Jika pada ciptaanNYA tidak engkau temukan guna, pengetahuanmu saja yang awam tentangnya. Dan karena segala sesuatu berkontribusi pada maslahat, maka sekecil apapun ia, sesungguhnya perannya penting belaka. Dan karena sama-sama penting, setiap yang ada harus dihormati sebagai bagian dari kesetaraan yang elegan. Kesetaraan adalah jiwa dari keberlangsungan kehidupan ini. Siapapun yang menciderai kesetaraan dengan meminggirkan dan acuh terhadap entitas lain di luar dirinya, segera akan ditikam bencana.  

Setara tidak selalu sama. Laki-laki dan perempuan tidak mungkin sama tapi bisa setara. Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sesuai takdirnya. Anak perempuan dan laki-laki tidak mungkin sama tapi bisa diperlakukan dengan setara. Anak laki-laki berhak mendapatkan pendidikan. Demikian juga perempuan. Presiden dan tukang batu tidak mungkin sama. Takdir pekerjaan mereka berbeda. Tapi bahwa mereka sama-sama warga yang berkontribusi memajukan bangsa, maka mereka setara. Doktrin agamanya jelas: kemuliaan tidak ditentukan oleh harta, jabatan, suku, keturunan atau indikator duniawi lainnya. Standar kemuliaan atau kehinaan semua manusia di hadapan Tuhan sama belaka. Semua manusia, dengan demikian, setara. 

Tidak hanya bagi manusia, kesetaraan berlaku bagi semua makhluk. Bakteri, cacing, ulat, hingga gorila mempunyai kodrat yang berbeda-beda tetapi semua mereka setara: sama-sama penting karena berkontribusi bagi keberlangsungan kehidupan ini dengan normal. Bagaimana menjaga agar semua yang ada ini lahir, tumbuh dan mati dalam keadaan normal inilah tugas kekhalifahan kita. Jika ada kelahiran yang dipaksakan atau kematian yang tidak sesuai aturan alam, pertumbuhan pincang. Jika predator tumbuh lebih banyak dari mangsa, akan bermunculan mangsa-mangsa jenis baru sebagai korban. Jika jumlah mangsa berlebihan, bahkan alam kuwalahan mempersiapkan penyeimbang. Ulat bulu itu misalnya. 

Serangan ulat bulu terhadap beberapa kota di sepanjang Jawa tahunan yang lalu itu pertanda Tuhan sedang mendemonstrasikan kesalahan manusia. Kita boleh mengembangkan fenomena ulat bulu itu ke dalam setiap relasi yang timpang antara besar dan kecil atau atasan dan bawahan. Ulat bulu yang kecil dan diremehkan, dalam kondisinya yang tidak normal, sanggup merepotkan bahkan menakutkan. Inilah bencana ketimpangan. Burung-burung dimusnahkan, ulat-ulat merajalela. Pohon-pohon ditebang, cuaca berantakan, ulat-ulat beranak pinak tak terkendalikan. Manusia jelata hingga pejabat kalang kabut, ulat-ulat membacakan sajak-sajak Emha dekat sekali di telinga manusia sambil menahan geram yang terpendam:

Kalau yang sunyi engkau anggap tiada, maka bersiaplah terbangun mendadak dari tudurmu oleh ledakannya.

Kalau yang diam engkau remehkan, bikinlah perahu agar di dalam banjir nanti engkau tidak tenggelam.

Kalau yang tidak terlihat oleh pandanganmu engkau tiadakan, bersiaplah jatuh tertabrak olehnya.

Kalau yang kecil engkau sepelekan, bersiaplah menikmati kekerdilanmu di genggaman kebesarannya.

Kalau memang sesembahanmu adalah kenikmatan dalam membenci, mabuk dalam teriakan caci maki atau keasyikan kecurangan-kecurangan, 

Maka ambil pedangmu, angkat tinggi-tinggi! 

Dan mulailah menabung kerelaan untuk engkau sendiri mati.

Kalau engkau menyangka bahwa benarnya pendapatmu sendiri itulah kebenaran,

Maka apa boleh buat: aku mendaftarkan diri melawanmu!

Kalau engkau mengira bahwa benarnya orang banyak adalah segala-galanya, dimana langit mimpi-mimpi bisa engkau raih dengan itu, 

Maka jangan sekali-kali menghalangiku untuk mengedari langit dan memetik kebenaran sejati untuk kutaburkan ke bumi tanpa bisa engkau halangi.

Kalau memang kehidupan bagimu adalah perjuangan untuk berkuasa dan mengalahkan saudara-saudaramu sendiri, 

Kalau engkau mengira kehidupan adalah saling mengincar untuk menikam dari belakang, 

Atau mengganti monopoli dengan monopoli baru, menggusur hegemoni dengan hegemoni baru, serta mengusir macan untuk engkau macani sendiri,

Maka apakah itu usulanmu untuk kita mempercepat saling memusnahkan?

Relasi yang timpang sesungguhnya bukan hal baru. Ia sama sekali cerita lama. Saking usangnya, ketimpangan dalam hidup ini seharusnya telah basi dan tidak aktual lagi. Jutaan ulat bulu menyerang bukan karena mereka ingin menyerang, melainkan karena manusia melestarikan relasi-relasi yang timpang. Kalau tidak segera kita perbaiki sikap kita terhadap alam, segeralah bersiap untuk menerima serangan jutaan milyaran nyamuk, lalat, lebah, kucing atau anjing yang tak terkendali populasinya! 

Wallahu a’lam.